
MANADO.NEWS – Kota Bitung, yang terletak di bagian utara Pulau Sulawesi, memiliki sejarah yang kaya dan penuh makna.
Nama “Bitung” sendiri berasal dari nama sebuah pohon lokal, Barringtonia asiatica, yang tumbuh subur di kawasan utara Sulawesi.
Pohon ini memiliki ciri khas berupa buah bulat berwarna merah dan bunga yang mengeluarkan aroma harum, yang menjadi simbol bagi kota ini.
Seiring berjalannya waktu, nama Bitung pun berkembang menjadi sebuah identitas yang tak terpisahkan dari sejarah panjang perkembangan wilayah tersebut.
Berikut ini asal usul daerah di Sulawesi Utara, yang kerap disebut Kota Cakalang, sebagaimana disadur dari RRI, Selasa 26 November 2024.
1. Asal Usul Nama Bitung: Dari Pohon ke Kota
Pada masa awal, nama “Bitung” diberikan oleh seorang pemimpin lokal, Dotu Hermanus Sompotan. Dalam bahasa setempat, pemimpin ini dikenal dengan sebutan Tundu’an, yang berarti pemimpin atau perintis.
Dotu Sompotan adalah sosok yang membuka lahan pertanian di kawasan yang kini dikenal sebagai Bitung. Ia mendirikan sebuah gubuk yang sederhana di bawah pohon Bitung yang besar, yang menjadi tempat berteduh bagi para nelayan yang melintasi kawasan tersebut.
Kisah ini semakin menarik ketika Dotu Sompotan menyaksikan banyak burung yang datang dan hinggap di pohon tersebut. Ia pun merasa bahwa suatu hari nanti, tempat ini akan menjadi tempat tinggal bagi banyak orang.
Ternyata, firasat tersebut terbukti benar. Seiring waktu, berbagai suku bangsa mulai datang dan menetap di Bitung, seperti suku Tonsea, Sangir, Talaud, Maluku, Habibu, dan Papagami, menjadikan kawasan ini semakin beragam dan berkembang.
2. Bitung Sebagai Pusat Perdagangan dan Perkembangan Sosial
Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, Bitung mulai menjadi pusat perdagangan yang penting di kawasan utara Sulawesi.
Lokasi Bitung yang strategis di dekat pantai mempermudah akses ke laut, menjadikannya titik vital bagi kegiatan perikanan dan perdagangan hasil laut.
Para nelayan dan pedagang dari berbagai suku datang untuk berdagang, baik ikan, hasil pertanian, maupun barang-barang lainnya. Keberagaman suku dan budaya yang ada menjadikan Bitung sebagai kota yang penuh dengan dinamika sosial yang kental.
3. Pemisahan dari Madidir: Bitung Menjadi Desa Mandiri
Perjalanan panjang Kota Bitung mencapai titik penting pada tahun 1926, ketika penduduk Bitung yang diwakili oleh tokoh-tokoh terkemuka seperti Theopilus Bawotong, Frederik Tidatu, dan Hendrik Dulok Kansil, menghadap Hukum Besar Tonsea di Aermadidi.
Mereka mengajukan permohonan agar Bitung dijadikan sebuah desa yang berdiri sendiri, terpisah dari wilayah Madidir yang lebih besar.
Permintaan ini bukan tanpa alasan, mengingat semakin banyaknya penduduk yang tinggal di Bitung dan kebutuhan akan pengelolaan yang lebih mandiri.
Usulan tersebut akhirnya dikabulkan, dan sejak saat itu Bitung mulai berkembang dengan identitas dan status administratifnya yang lebih jelas.
Proses pemisahan ini menjadi tonggak penting dalam sejarah Bitung, yang semakin menunjukkan potensi wilayah ini untuk berkembang menjadi sebuah kota dengan kekuatan ekonomi dan sosial yang besar.
4. Perkembangan Bitung Setelah Menjadi Kota Mandiri
Setelah mendapatkan status desa mandiri pada tahun 1926, Bitung terus berkembang pesat.
Kota ini semakin terkenal sebagai pusat industri perikanan, dengan pelabuhan yang menjadi salah satu pelabuhan utama di Sulawesi Utara.
Selain itu, pembangunan infrastruktur yang semakin maju juga mendorong pertumbuhan sektor lainnya, seperti pariwisata dan perdagangan.
Pada masa kini, Bitung dikenal sebagai kota yang tidak hanya memiliki potensi ekonomi yang besar, tetapi juga kaya akan wisata alam yang indah, termasuk Pantai Serena, Tugu Trikora, Pulau Lembeh, dan Ekowisata Hutan Mangrove Lembeh yang menjadi daya tarik utama bagi wisatawan lokal maupun mancanegara.
Keindahan alam yang melimpah, ditambah dengan keberagaman budaya yang ada, menjadikan Bitung sebagai salah satu destinasi yang harus dikunjungi di Sulawesi Utara.
5. Bitung di Era Modern: Tantangan dan Peluang
Saat ini, Bitung menghadapi tantangan baru dalam upaya mempertahankan pertumbuhannya di era globalisasi. Pemerintah kota berfokus pada pengembangan infrastruktur dan sektor pariwisata untuk menarik lebih banyak pengunjung dan investor.
Sektor perikanan, yang menjadi sektor utama ekonomi kota, juga terus mengalami inovasi untuk memenuhi standar internasional dalam perdagangan hasil laut.
Namun, di balik tantangan tersebut, Bitung memiliki peluang besar untuk berkembang lebih pesat.
Potensi pariwisata yang belum sepenuhnya digali, terutama di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di sekitar Bitung, menawarkan kesempatan untuk menarik lebih banyak wisatawan domestik maupun internasional.
6. Sejarah yang Terus Berkembang
Sejarah Kota Bitung yang dimulai dari pohon Bitung yang menjadi simbol awal kawasan ini, hingga perjalanan panjang yang mengantarkan kota ini menjadi desa mandiri, mencerminkan ketahanan dan semangat warganya untuk terus berkembang.
Dengan semakin berkembangnya sektor-sektor ekonomi dan pariwisata, Bitung semakin menunjukkan bahwa kota ini memiliki potensi besar untuk menjadi pusat ekonomi dan pariwisata di Sulawesi Utara.
Melihat sejarah dan perkembangan kota ini, tidak diragukan lagi bahwa Bitung akan terus menjadi salah satu kota yang penting di Indonesia, baik dalam segi ekonomi, budaya, maupun pariwisata.
Kota yang dulunya hanya dikenal sebagai tempat peristirahatan para nelayan kini berkembang menjadi sebuah kota modern dengan daya tarik yang luar biasa. ***