Nasional

Baleg DPR Buka Peluang Izin Tambang untuk Perguruan Tinggi

MANADO.NEWS – Badan Legislasi (Baleg) DPR RI kembali mencuri perhatian dengan membuka peluang bagi perguruan tinggi dan usaha kecil dan menengah (UKM) untuk mendapatkan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK).

Langkah ini pengusulannya dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba), yang berlangsung di Senayan, Jakarta, pada Senin.

Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan, menjelaskan bahwa inisiatif ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya di sekitar wilayah pertambangan. Selain itu, ini juga memberikan kesempatan kepada perguruan tinggi dan UKM untuk berkontribusi langsung dalam pengelolaan sumber daya alam.

Meningkatkan Peran Perguruan Tinggi dalam Pertambangan

Salah satu usulan penting dari Baleg DPR adalah memasukkan perguruan tinggi sebagai penerima prioritas WIUPK. Bob Hasan menyatakan bahwa perguruan tinggi memiliki potensi besar dalam pengelolaan pertambangan, terutama melalui riset dan inovasi.

Penambahan Pasal 51A dalam revisi UU Minerba menyebutkan:

  1. Pasal 51A Ayat (1): WIUP mineral logam dapat diberikan kepada perguruan tinggi dengan prioritas.
  2. Pasal 51A Ayat (2): Pertimbangan pemberian WIUP kepada perguruan tinggi akan ditentukan berdasarkan kriteria tertentu.
  3. Pasal 51A Ayat (3): Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian WIUP kepada perguruan tinggi akan diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP).

Langkah ini harapannya dapat memperkuat hubungan antara dunia pendidikan dan industri, sehingga perguruan tinggi dapat menjadi motor penggerak inovasi dalam sektor pertambangan.

UKM Sebagai Prioritas dalam Pengelolaan Tambang Skala Kecil

Selain perguruan tinggi, Baleg DPR juga memberikan perhatian khusus kepada UKM dalam revisi UU Minerba. Usulan baru ini mengatur bahwa Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan luas di bawah 2.500 hektare akan diprioritaskan untuk UKM lokal.

Bob Hasan menambahkan bahwa langkah ini bertujuan untuk memberdayakan ekonomi masyarakat setempat. “Dengan memberikan prioritas kepada UKM, masyarakat dapat langsung terlibat dalam kegiatan pertambangan tanpa hanya menjadi korban dampak eksploitasi,” ujarnya.

BACA JUGA:  CSR Bank Indonesia Bermasalah? KPK Temukan Bukti di Lokasi

Langkah ini juga selaras dengan visi pemerintah untuk mempercepat industrialisasi dan hilirisasi, terutama dalam sektor mineral dan batu bara.

Manfaat Kebijakan Bagi Masyarakat dan Ekosistem Pertambangan

Pemberian WIUPK kepada perguruan tinggi dan UKM tujuannya agar memberikan berbagai manfaat, baik bagi masyarakat sekitar maupun sektor pertambangan secara keseluruhan:

  1. Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat
    Kebijakan ini memungkinkan masyarakat untuk terlibat langsung dalam pengelolaan tambang, sehingga meningkatkan pendapatan dan kualitas hidup mereka.
  2. Pemberdayaan UKM Lokal
    Dengan prioritas izin tambang skala kecil, UKM lokal dapat berperan aktif dalam kegiatan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, dan memperkuat ekonomi daerah.
  3. Peningkatan Riset dan Inovasi
    Perguruan tinggi yang terlibat dalam pengelolaan tambang dapat menghasilkan inovasi teknologi yang mendukung efisiensi dan keberlanjutan sektor ini.
  4. Pengurangan Dampak Negatif Tambang
    Masyarakat tidak hanya menjadi penerima dampak negatif seperti polusi debu batu bara, tetapi juga dapat berpartisipasi dalam pengelolaan tambang dengan cara yang lebih bertanggung jawab.

Strategi Implementasi dan Tantangan

Agar kebijakan ini dapat berjalan dengan baik, memerlukan strategi implementasi yang matang, termasuk:

  • Regulasi yang Jelas: Pemerintah harus menetapkan peraturan yang detail untuk memastikan distribusi WIUPK yang adil dan transparan.
  • Pelatihan dan Pendampingan: UKM dan perguruan tinggi yang menerima WIUPK perlu mendapatkan pelatihan terkait pengelolaan tambang yang berkelanjutan.
  • Pengawasan Ketat: untuk memastikan bahwa pengelolaan tambang berjalan sesuai dengan standar lingkungan dan sosial.

Namun, tantangan seperti potensi konflik kepentingan, risiko eksploitasi berlebihan, dan keterbatasan sumber daya harus diantisipasi agar kebijakan ini tidak menimbulkan masalah baru. ***

Back to top button