BolmongSeni Budaya

Bikol Aksara Bolaang Mongondow, Tulisan Kuno yang Kembali Dihidupkan

MANADO.NEWS – Di tengah keragaman ini, Bikol merupakan satu aksara yang belum banyak dikenal luas, namun menyimpan nilai sejarah dan budaya yang tinggi, yaitu Aksara Bolaang Mongondow.

Aksara Bikol ini berasal dari Kabupaten Bolaang Mongondow, salah satu wilayah di Provinsi Sulawesi Utara, dan dulunya digunakan masyarakat lokal dalam kehidupan sehari-hari.

Hal inilah menjadikan Indonesia dikenal sebagai negeri dengan ragam budaya yang luar biasa, termasuk dalam hal bahasa dan aksara daerah.

Aksara Tradisional Bikol yang Sarat Makna

Aksara Bolaang Mongondow merupakan sistem tulisan asli masyarakat Bolaang Mongondow yang digunakan untuk merekam bahasa mereka.

Walau kini tak lagi digunakan secara luas, aksara ini menjadi bukti bahwa masyarakat Nusantara telah lama mengenal sistem komunikasi tulis jauh sebelum diperkenalkannya alfabet Latin.

Sama seperti aksara-aksara tradisional lainnya, seperti aksara Jawa atau Bugis, aksara ini mencerminkan kecerdasan lokal dan semangat literasi masyarakat di masa lalu.

Setiap simbol dalam aksara ini bukan hanya menyuarakan bunyi, tapi juga menyimpan nilai estetika dan filosofi budaya.

Struktur Fonetik dan Bentuk Aksara

Secara umum, sistem penulisan aksara Bolaang Mongondow bersifat fonetik, artinya setiap huruf mewakili satu bunyi atau suku kata. Aksara ini dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok berdasarkan vokal yang menyertainya.

Huruf Dasar (Suku Kata Berakhiran “a”)

Kelompok pertama terdiri dari huruf-huruf yang berakhiran dengan vokal “a”, seperti:

  • a, ba, ka, da, ga, ha, la, ma, na, nga, pa, sa, ta, wa, ya

Inilah bentuk asli dari aksara, dan dari sinilah varian bunyi lainnya diturunkan.

Variasi Vokal “i”, “o”, dan “u”

Aksara Bolaang Mongondow juga memiliki versi modifikasi untuk vokal lain, seperti:

  • Vokal “i”: i, bi, ki, di, gi, hi, li, mi, ni, ngi, pi, si, ti, wi, yi

  • Vokal “o”: o, bo, ko, do, go, ho, lo, mo, no, ngo, po, so, to, wo, yo

  • Vokal “u”: u, bu, ku, du, gu, hu, lu, mu, nu, ngu, pu, su, tu, wu, yu

Perubahan bunyi vokal ini ditandai dengan modifikasi pada bentuk dasar huruf, mirip seperti sistem sandangan dalam aksara Jawa.

BACA JUGA:  Sejarah Hari Ibu Lebih dari Sekadar Perayaan, Ini Maknanya!

Konsonan Murni (Tanpa Vokal)

Selain itu, terdapat pula bentuk khusus yang hanya menampilkan konsonan tanpa vokal. Bentuk ini biasanya digunakan dalam rangkaian kata atau penggabungan bunyi, seperti:

  • b, k, d, g, l, m, n, ng, p, s, t, w, y

Dengan struktur ini, aksara Bolaang Mongondow cukup fleksibel dan dapat digunakan untuk menuliskan berbagai kata dalam bahasa lokal.

Fungsi dan Peran Aksara dalam Masyarakat

Pada masa lalu, aksara ini digunakan sebagai alat komunikasi tertulis dalam berbagai urusan, mulai dari surat pribadi, dokumen adat, hingga catatan sejarah. Namun, seiring berjalannya waktu dan masuknya alfabet Latin, penggunaan aksara ini mulai ditinggalkan dan nyaris dilupakan.

Kini, dengan semangat pelestarian budaya yang kembali tumbuh, masyarakat dan para pegiat budaya mulai menghidupkan kembali aksara ini.

Tak sedikit sekolah, komunitas, hingga akun media sosial yang mulai mengenalkan aksara Bolaang Mongondow kepada generasi muda.

Kenapa Aksara Ini Penting Dilestarikan?

Pelestarian aksara tradisional seperti Bolaang Mongondow bukan sekadar nostalgia masa lalu. Ada beberapa alasan kuat mengapa aksara ini layak diperjuangkan keberadaannya:

  1. Menjaga Jati Diri Budaya
    Aksara adalah bagian dari warisan budaya tak benda yang mencerminkan identitas suatu komunitas.

  2. Menambah Khazanah Linguistik Nasional
    Keberagaman bahasa dan aksara menjadikan Indonesia unik dan kaya dalam ranah kebudayaan dunia.

  3. Menjadi Media Edukasi dan Literasi Lokal
    Aksara ini bisa dimanfaatkan sebagai sarana pendidikan di sekolah untuk mengenalkan sejarah dan budaya lokal.

  4. Potensi Ekonomi Kreatif dan Wisata Budaya
    Aksara dapat diaplikasikan dalam seni rupa, kerajinan, desain grafis, hingga sebagai daya tarik wisata edukatif.

Tantangan yang Dihadapi

Meski memiliki potensi besar, pelestarian aksara Bolaang Mongondow tidaklah mudah. Beberapa tantangan yang perlu dihadapi antara lain:

  • Minimnya sumber referensi dan dokumentasi resmi
    Belum banyak buku atau materi pembelajaran yang membahas aksara ini secara mendalam.

  • Kurangnya pemakaian dalam kehidupan sehari-hari
    Dominasi alfabet Latin membuat aksara lokal nyaris tidak tersentuh.

  • Kurangnya minat generasi muda
    Anak muda cenderung lebih akrab dengan teknologi dan budaya populer dibandingkan aksara tradisional.

Namun, berkat media sosial dan kreativitas komunitas budaya, aksara ini mulai mendapatkan ruang baru dalam bentuk yang lebih segar dan interaktif.

BACA JUGA:  Tahun Ular Kayu 2025 Ramalan Keberuntungan Hingga Tantangan

Upaya yang Bisa Dilakukan untuk Revitalisasi

Beberapa strategi untuk menghidupkan kembali aksara Bolaang Mongondow antara lain:

  • Menyisipkan materi aksara lokal dalam kurikulum sekolah dasar dan menengah.

  • Membuat media pembelajaran interaktif seperti aplikasi atau buku digital.

  • Mengadakan pelatihan aksara di kalangan komunitas pemuda dan pelajar.

  • Memproduksi karya seni yang menggunakan aksara ini, seperti kaligrafi atau mural budaya.

  • Menggunakan aksara dalam desain produk lokal, logo UMKM, dan suvenir wisata.

Menutup Cerita, Membuka Kesadaran

Aksara Bolaang Mongondow bukan sekadar simbol atau huruf, tetapi warisan luhur yang mencerminkan sejarah, nilai, dan jati diri masyarakatnya.

Menghidupkan kembali aksara ini adalah bagian dari menjaga keberagaman budaya Indonesia yang tiada duanya.

Kini, saatnya kita semua ikut serta, sekecil apa pun langkahnya, untuk mengenal, mempelajari, dan membagikan keindahan aksara Bolaang Mongondow kepada dunia.

Cara Membaca dan Menulis Aksara Bolaang Mongondow

Untuk mengenal aksara ini lebih dalam, penting untuk memahami cara membaca dan menuliskannya. Seperti aksara tradisional lain di Nusantara, aksara Bolaang Mongondow bekerja berdasarkan suku kata, bukan huruf per huruf seperti dalam alfabet Latin. Berikut adalah beberapa hal dasar yang perlu diketahui:

1. Setiap Karakter Mewakili Suku Kata

Misalnya:

  • Simbol untuk “ka” berbeda dengan “ki”, “ko”, dan “ku”.

  • Untuk membentuk kata seperti “mango”, kita perlu menuliskan kombinasi simbol untuk ma + nga + go.

2. Tanda Khusus Konsonan

Konsonan yang tidak memiliki vokal, atau yang berada di akhir suku kata, dilambangkan dengan bentuk khusus yang ditandai dengan tanda “+” kecil pada karakter (seperti dalam baris paling bawah pada gambar). Ini penting untuk membedakan bunyi konsonan murni seperti “n” atau “g” di akhir kata.

3. Tidak Ada Tanda Baca Modern

Dalam tradisi lama, aksara ini biasanya tidak menggunakan tanda baca seperti titik, koma, atau tanda tanya. Pemisahan antar kalimat hanya dilakukan berdasarkan konteks dan jarak antar kata.

Contoh Penggunaan Aksara Bolaang Mongondow dalam Kata

Untuk membantu memahami cara kerja aksara ini, berikut beberapa contoh sederhana:

Dengan mengenal kombinasi suku kata ini, kita bisa mulai menyusun berbagai kata dalam bahasa Bolaang Mongondow.

BACA JUGA:  Telur Paskah Tradisi Kuno yang Masih Bertahan Sampai Sekarang

Mengenalkan Aksara ke Era Digital

Aksara Bikol dari Bolaang Mongondow berpotensi besar untuk dikembangkan dalam bentuk digital agar bisa lebih mudah diakses dan dipelajari oleh masyarakat luas. Beberapa hal yang bisa dilakukan antara lain:

  • Pembuatan Font Digital
    Mengembangkan font TrueType (TTF) untuk aksara ini agar bisa digunakan di komputer dan smartphone, misalnya untuk desain kaos, logo, atau infografis.

  • Aplikasi Belajar Aksara
    Aplikasi mobile sederhana yang mengajarkan cara menulis dan membaca aksara Bolaang Mongondow bisa menjadi alat edukasi yang efektif, terutama bagi generasi muda.

  • Konten Media Sosial
    Menyebarkan konten edukatif di Instagram, TikTok, atau YouTube dalam bentuk reels, video singkat, atau carousel bisa memperkenalkan aksara ini dengan cara yang menyenangkan.


Peran Generasi Muda dan Komunitas

Kebangkitan aksara lokal tidak akan berhasil tanpa keterlibatan generasi muda. Untuk itu, keterlibatan mereka dapat dilakukan melalui:

  • Kegiatan Ekstrakurikuler Budaya di Sekolah
    Pelajaran tambahan seperti kaligrafi aksara lokal atau kelas bahasa daerah dapat membuka wawasan siswa tentang warisan budaya mereka.

  • Komunitas Pecinta Aksara
    Komunitas budaya seperti yang dijalankan oleh akun @atmabumiangkasa di X (Twitter), yang menjadi sumber dari infografis aksara ini, adalah contoh nyata bahwa pelestarian budaya bisa berjalan kreatif dan modern.

  • Kolaborasi dengan Seniman Lokal
    Seniman visual dan desainer grafis bisa menghidupkan aksara ini dalam karya-karya kreatif seperti ilustrasi, poster, atau produk kerajinan.

Bikol Aksara Bolmong Adalah Aset Bangsa

Aksara Bikol Bolaang Mongondow bukan hanya sistem tulis, melainkan simbol dari keberadaan dan sejarah panjang sebuah peradaban lokal di Sulawesi Utara.

Menjaga aksara ini tetap hidup bukan hanya tugas pemerintah, tapi juga tanggung jawab kita bersama.

Pelestarian aksara tradisional tidak harus rumit. Langkah-langkah kecil seperti mempelajari satu karakter per hari, mengikuti komunitas daring, atau sekadar membagikan informasi di media sosial bisa memberikan dampak yang besar.

Mari kita rawat dan hidupkan kembali warisan budaya yang nyaris hilang ini. Aksara Bolaang Mongondow layak mendapat tempat kembali dalam kehidupan masyarakat modern—bukan sebagai benda museum, tapi sebagai bagian aktif dari identitas budaya bangsa. ***

Back to top button