Terbongkar! 76 Bumdes di Boltim Mandek, Dana Desa Menguap

MANADO.NEWS – Awan gelap menggantung di langit pemerintahan desa. Aroma dugaan penyelewengan Dana Desa (DD) dan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) menyeruak tajam di hampir seluruh desa di Boltim.
Isunya tak lagi bisik-bisik. Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) pun angkat bicara, mengakui adanya tanda-tanda kerugian negara yang nyata.
Kepala Dinas PMD Boltim, Rahman Hulalata, tidak menampik. Bahkan dengan lantang mengakui, bahwa sejak awal dirinya ditunjuk menjabat, persoalan ini sudah tercium.
“Ini bukan masalah baru. Begitu saya dilantik, laporan soal ketidakwajaran pengelolaan dana desa sudah menumpuk. Tugas saya jelas: bereskan!” ujarnya tegas.
Dana Miliaran Tak Berbuah Hasil
Yang paling mencolok adalah pengelolaan Bumdes. Lembaga yang sejatinya menjadi motor penggerak ekonomi desa ini, nyaris seluruhnya gagal. Dana bergulir, tapi usaha tak berjalan. Ratusan juta rupiah digelontorkan, namun hasilnya? Nihil.
“Pengelolaan Bumdes jadi fokus utama kami. Sebab, dananya besar, tapi tak ada dampak. Banyak yang sekadar simpan pinjam, tak ada inovasi usaha,” ungkap Rahman.
Sebagian besar Bumdes, lanjutnya, justru hanya menjalankan aktivitas pinjam-meminjam antar warga, bukan membentuk unit usaha produktif. Tak heran jika outputnya tak terlihat, dan uang desa menguap begitu saja.
Data Mengejutkan: Hanya 5 Bumdes Masih Hidup
Dari 81 desa di Kabupaten Boltim, hanya lima yang Bumdes-nya masih beroperasi. Ya, 76 desa lainnya gagal total.
Angka ini bukan hanya mencengangkan, tapi juga memprihatinkan. Ini bukan lagi soal kelemahan manajemen, tapi patut dicurigai adanya praktik penyalahgunaan dana.
“Yang masih aktif hanya lima Bumdes. Sisanya macet. Ada yang tidak melaporkan keuangan, ada pula yang pengurusnya menghilang,” beber Rahman.
Atas kondisi ini, Dinas PMD langsung membentuk Tim Evaluasi Pemulihan yang akan mengaudit dan merestrukturisasi seluruh Bumdes.
Salah satu target mereka: pembentukan Koperasi Merah Putih sebagai alternatif badan usaha desa yang lebih profesional.
Tak Hanya Bumdes, Dana Desa dan ADD Juga Diduga Bocor
Lebih jauh, Rahman juga menyinggung soal penyelewengan Dana Desa dan Alokasi Dana Desa (ADD) di Boltim.
Meski Dinas PMD tidak memiliki kewenangan hukum untuk menindak, namun pihaknya tetap melakukan pengawasan dan berharap kerugian yang terjadi bisa dikembalikan.
“Kami tidak bisa menangkap pelaku. Itu ranah aparat hukum. Tapi kami mendorong agar semua kerugian yang muncul bisa masuk kembali ke kas daerah,” tegasnya.
Kelemahan Sistemik atau Kesengajaan?
Berulangnya kasus pengelolaan dana desa yang buruk memunculkan satu pertanyaan besar: Apakah ini murni karena kurangnya kapasitas aparatur desa, atau ada niat jahat di baliknya?
Pakar pemerintahan desa menilai, lemahnya pengawasan dan kurangnya transparansi menjadi ladang subur bagi praktik-praktik tidak jujur.
Ditambah lagi dengan minimnya pendidikan keuangan bagi pengurus Bumdes, membuat dana ratusan juta hingga miliaran bisa raib tanpa jejak.
Langkah Pemulihan Dinas PMD Boltim
Dinas PMD Boltim tak tinggal diam. Beberapa langkah pemulihan kini tengah digodok, antara lain:
Audit Menyeluruh terhadap pengelolaan keuangan 76 Bumdes bermasalah
Pembentukan Koperasi Merah Putih untuk menggantikan Bumdes yang mati suri
Pendampingan Teknis dan Manajemen Usaha bagi pengurus baru
Transparansi Anggaran Desa Berbasis Digital, agar warga bisa ikut mengawasi
Kolaborasi dengan Inspektorat dan APH (Aparat Penegak Hukum) jika ditemukan unsur pidana
Langkah ini diharapkan mampu memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan dana desa yang selama ini tercoreng.
Dana Desa Bukan Mainan
Skandal yang terjadi di Boltim sejatinya menjadi alarm keras bagi seluruh desa di Indonesia. Dana desa bukanlah hibah pribadi atau “uang gratis” yang bisa dikelola sesuka hati. Ia adalah amanah negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat desa.
Penyelewengan dana ini tak hanya merugikan keuangan negara, tapi juga membunuh harapan warga akan kemajuan desa mereka.
Kini, harapan ada di pundak Dinas PMD dan seluruh stakeholder di Boltim. Reformasi pengelolaan dana desa harus dijalankan tanpa kompromi. Transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan publik adalah harga mati. ***