Film Dokumenter Musik Indonesia yang Berkesan

MANADO.NEWS – Berikut ini rekomendasi Film Dokumenter Musik Indonesia yang cocok ditonton setiap tanggal 9 Maret, saat Indonesia memperingati Hari Musik Nasional, yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 10 Tahun 2013.
Hari spesial ini tidak hanya untuk menikmati lagu-lagu Indonesia, tetapi juga menjadi momen yang pas untuk mengenang perjalanan industri musik tanah air.
Salah satu cara terbaik untuk merayakannya adalah dengan menonton film dokumenter musik Indonesia, yang memberikan wawasan mendalam tentang perjalanan para pelaku musik Indonesia.
Berikut adalah enam rekomendasi film dokumenter yang harus Anda tonton dalam rangka memperingati Hari Musik Nasional.
1. A Documentary of Mocca: Life Keeps On Turning (2011)
Film dokumenter ini menceritakan perjalanan band Mocca, yang dikenal dengan aliran musik pop jazzy yang menyenangkan. Mocca, yang telah berkarir selama lebih dari satu dekade, akhirnya memutuskan untuk vakum pada tahun 2012. “A Documentary of Mocca: Life Keeps On Turning” mencatatkan perjalanan band ini secara mendalam, termasuk konser-konser yang mereka adakan untuk penggemarnya. Dengan sentuhan emosional, film ini tidak hanya menyajikan sejarah band, tetapi juga memperlihatkan sisi manusiawi dari para anggotanya.
Disutradarai oleh Ari Rusyadi dan Nicholas Yudifar, film ini juga menampilkan wawancara dengan para anggota Mocca asli. Tayang perdana pada 15 Desember 2011, dokumenter ini berhasil mengabadikan kenangan dan memberikan pengalaman nostalgia bagi para penggemar.
2. MINORITAS: Indonesian Extreme Metal Documentaries (2019)
Jika Anda penggemar musik ekstrim, film dokumenter “MINORITAS: Indonesian Extreme Metal Documentaries” adalah pilihan yang tepat. Film ini menggali sejarah dan perkembangan musik metal ekstrim di Indonesia. Dengan mengambil lokasi di Kediri, Bandung, dan Jakarta, Tri Handoko berhasil mendokumentasikan perjalanan subkultur musik ekstrim yang telah menjadi fenomena di Indonesia. Film ini terdiri dari enam bagian yang masing-masing menggambarkan berbagai aspek dari komunitas metal Indonesia.
Selain itu, film ini juga mengangkat pencapaian komunitas-komunitas musik ekstrim yang telah berkembang pesat, meskipun seringkali tidak mendapat perhatian mainstream. Rilis pada 28 Oktober 2019 dalam format DVD, film ini menjadi sebuah arsip penting bagi para penggemar musik keras di Indonesia.
3. Gelora: Magnumentary of Gedung Saparua (2021)
Gedung Saparua di Bandung adalah saksi bisu dari perkembangan musik underground Indonesia. Di film dokumenter “Gelora: Magnumentary of Gedung Saparua,” penonton diajak untuk menelusuri sejarah gedung yang pada tahun 1960-an menjadi pusat pertunjukan musik anak muda. Selama tahun 70 hingga 90-an, Gedung Saparua menjadi tempat ikonik bagi musik rock dan metal, serta melahirkan banyak musisi underground.
Film ini menampilkan berbagai musisi legendaris seperti Sam Bimbo, Arian13 (Seringai), Dadan Ketu (manajer Burgerkill), dan Eben (Burgerkill), yang memberikan perspektif mereka mengenai kontribusi Gedung Saparua terhadap perkembangan musik di Indonesia. Meskipun film ini hanya berdurasi 3 menit, namun kekuatannya terletak pada kemampuan untuk menangkap esensi dari tempat yang telah melahirkan banyak generasi musisi underground.
4. Koesroyo: The Last Man Standing (2024)
Koesroyo: The Last Man Standing adalah sebuah penghormatan bagi Yok Koeswoyo, anggota terakhir dari grup musik legendaris Koes Bersaudara (Koes Plus). Film dokumenter ini mengisahkan perjalanan hidup Yok Koeswoyo yang tetap bertahan di usia 81 tahun, meski grup musiknya telah lama berpisah. Dibuat oleh Sari Koeswoyo, putri sulung Yok, film ini menjadi sebuah karya yang penuh emosi dan rasa hormat bagi sang legenda.
Dengan durasi 61 menit, film ini akan membawa penonton mengenang kisah Koes Bersaudara yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah musik Indonesia. Dirilis pada 25 November 2024, dokumenter ini patut ditonton oleh semua generasi, terutama mereka yang ingin memahami lebih dalam mengenai peran besar Koes Plus dalam dunia musik Indonesia.
5. Slank Nggak Ada Matinya (2013)
Slank adalah salah satu band terbesar di Indonesia, dan film dokumenter “Slank Nggak Ada Matinya” mengisahkan perjalanan panjang band ini yang dipenuhi dengan kontroversi dan drama. Film ini menceritakan tentang pergantian personil, perjuangan mereka untuk tetap eksis di dunia musik, dan bahkan keterlibatan mereka dalam masalah narkoba. Di dalam film ini, kita juga dapat melihat bagaimana personil Slank berusaha keluar dari jerat narkoba, sebuah perjalanan yang penuh tantangan dan pelajaran hidup.
Dirilis pada 24 Desember 2013, film dokumenter ini tidak hanya untuk penggemar Slank, tetapi juga untuk siapa saja yang tertarik pada dinamika kehidupan musik Indonesia yang penuh dengan warna. “Slank Nggak Ada Matinya” menjadi bukti bahwa meskipun menghadapi banyak rintangan, band ini tetap bertahan dan menginspirasi banyak orang.
6. Sylvia Saartje (2021)
Sylvia Saartje adalah salah satu pionir bagi perempuan di dunia musik rock Indonesia. Di tahun 2021, sebuah film dokumenter pendek berjudul “Sylvia Saartje” dirilis untuk mengangkat perjalanan karirnya sebagai lady rocker pertama Indonesia. Sylvia memulai karirnya sebagai penyanyi cilik di RRI Malang, sebelum bergabung dengan band Tornado pada usia 12 tahun. Keberanian dan kegigihannya membuka jalan bagi banyak perempuan yang ingin berkarir di dunia musik rock.
Film ini mendapatkan dukungan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan memperlihatkan bagaimana Sylvia, sebagai satu-satunya penyanyi rock perempuan pada masanya, berhasil meraih tempatnya di dunia musik Indonesia. Kehadirannya memberikan warna tersendiri bagi musik rock Indonesia, dan dokumenter ini menjadi cara untuk mengenang kontribusinya yang luar biasa. ***