Miris! Rumah Bantuan Dijual Demi Bertahan Hidup, Sehan Landjar Angkat Suara ⋆ Manado News

Selamat datang di Official Site Manado.news

Media Network
Boltim

Miris! Rumah Bantuan Dijual Demi Bertahan Hidup, Sehan Landjar Angkat Suara

MANADO.NEWS – Pertumbuhan ekonomi tahun 2024, di Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim) belum mampu dirasakan secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat.

Hal ini tercermin dalam laporan terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, yang menyoroti masih lebarnya jurang pendapatan dan daya beli antara kelompok ekonomi atas dan bawah.

Dalam publikasi resmi bertajuk Statistik Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Boltim 2024, disebutkan bahwa pengeluaran rumah tangga menjadi indikator penting dalam memetakan kondisi sosial ekonomi warga.

Data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) menunjukkan bahwa sebagian besar pengeluaran masyarakat, khususnya dari 40 persen penduduk dengan tingkat ekonomi terbawah, masih difokuskan untuk kebutuhan pangan.

Kondisi ini pun mendapat tanggapan serius dari mantan Bupati Boltim, Sehan Landjar. Saat dihubungi awak media baru-baru ini, ia mengungkapkan keprihatinannya atas realitas yang dihadapi masyarakat.

“Tingginya pengeluaran untuk kebutuhan makan menunjukkan bahwa rumah tangga belum stabil secara ekonomi. Pendapatan mereka hampir seluruhnya habis hanya untuk bertahan hidup, sementara kelompok ekonomi atas bisa mengalokasikan belanja untuk pendidikan, transportasi, bahkan rekreasi,” ujar Sehan.

Ia juga menyoroti ketimpangan konsumsi gizi yang mencolok. Menurutnya, kelompok masyarakat mampu dapat menikmati makanan bergizi dan mencukupi kebutuhan kalori serta protein harian.

Sementara itu, penduduk miskin masih kesulitan mengakses makanan sehat, yang pada akhirnya memperlebar disparitas kualitas hidup dalam jangka panjang.

“Dulu saya hibahkan lahan untuk pembangunan rumah layak huni. Tapi sekarang, banyak dari rumah itu justru dijual oleh warga karena mereka butuh biaya. Ini menunjukkan bahwa masalah ekonomi mereka belum terselesaikan,” tambahnya.

Sehan juga menyinggung ketimpangan dalam akses layanan pendidikan dan kesehatan. Ia menegaskan bahwa tingkat pendapatan sangat memengaruhi kemampuan keluarga untuk membiayai pendidikan anak-anak mereka.

“Data menunjukkan, kelompok bawah nyaris tak punya alokasi untuk pendidikan. Sementara yang mampu bisa menyekolahkan anak hingga jenjang tinggi,” katanya.

Tak hanya itu, ia mengkritik cara BPS menyajikan data yang menurutnya belum cukup tajam. “BPS harus menyajikan data yang lebih rinci dan akurat, agar pemerintah daerah sadar dan bertindak. Jangan sampai mereka tidur nyenyak tanpa melihat realitas di lapangan,” tegasnya.

Dalam aspek perlindungan sosial, kelompok rentan masih sangat tergantung pada program bantuan seperti PKH dan BPNT.

Namun, menurut Sehan, bantuan ini bersifat pasif dan belum menyentuh akar persoalan kemiskinan. Ia menyarankan agar pemerintah daerah menjadikan temuan BPS ini sebagai dasar menyusun program yang lebih memberdayakan.

“Peningkatan literasi keuangan, pelatihan wirausaha, dan pendidikan vokasi adalah solusi yang nyata untuk mengatasi ketimpangan ini. Data BPS bukan hanya angka, tapi harus dijadikan pijakan dalam membuat kebijakan,” tutup Sehan. ***

Back to top button